Makna Ibadah karena Paksaan

Ibadah itu merupakan suatu tindakan untuk memperoleh pahala. Semakin banyak pahala maka semakin banyak pula catatan kebaikan. Hal ini tentu sangat menyenangkan karena pasti surga telah menanti. Namun masalahnya adalah ketika akan melaksanakan ibadah tersebut selalu saja ada rasa malas yang menyerang. Bukan rahasia umum lagi jika untuk melawan kemalasan ya harus rajin, itu antonimnya.

Akan tetapi ada solusi lain dalam melaksanakan ibadah. Seperti yang pernah disampaikan oleh Ustad Khalid Basalamah dalam ceramahnya selalu menyinggung bahwa ibadah harus dipaksa, karena sampai kapan pun jika tidak dipaksakan maka tidak akan ada tindakan untuk memulai. Coba mulai nanti malam bunyiin jam waker, atur sajadah dan bubuhi minyak wangi. Paksakan diri bangun untuk sholat malam, karena akan mustahil sampai mati anda tidak pernah solat malam kalau tidak dipaksa karena setan memang tidak mau kita beribadah.

Sesuatu yang dipaksakan di awalnya akan menjadi sebuah kebiasaan. Jika mulai terbiasa puasa senin kamis, azan langsung ke mesjid misalnya maka akan tidak enak lagi kalau tidak dikerjakan, hal itu karena kenikmatannya telah muncul. Jika sudah merasakan nikmatnya ibadah melalui sebuah paksaan maka Allah akan pandu menuju jalanNya. Lantas apakah paksaan dapat menghilangkan keikhlasan?

Ustad Adi Hidayat pun menjawab tentang permasalahan ini dan ternyata jawabannya mengejutkan. Beliau menyatakan bahwa paksaan dan keikhlasan itu dua hal yang berbeda. Keterpaksaan itu menunjuk pada motivasi melakukan sesuatu sedangkan keikhlasan menunjuk pada kadar pahala yang didapatkan ketika ibadah dilakukan. Jadi berbeda antara motivasi dengan hasil amal yang diperoleh.

Motivasi pada manusia kadang dapat naik turun, jika ingin sesuatu maka cepat dilakukan tapi kalau sedang malas kadar ibadahnya pun menjadi turun. Sedangkan ibadah ada yang sifatnya wajib, seperti sholat. Maka tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya, apakah sedang timbul kemalasan ataupun tidak tetap saja itu sebuah kewajiban yang harus dipaksakan dalam mengerjakannya.

Masalah keterpaksaan untuk melakukannya itu ditujukan ke siapa dan niatnya untuk apa. Pastilah orientasi kita tidak mungkin berbelok pada yang lain, kita sadar bahwa semua ibadah diniatkan karena Allah, kecuali memang ada niatan lain agar dipandang baik di mata manusia seperti riya, maka sia-sia ibadah yang telah dikerjakan dan bisa jadi semua amal berguguran. Wallahu A’lam Bishawab.

Intinya terletak pada urutan tingkat keikhlasannya yang didapat akan berbeda satu sama yang lain.

Sumber: Doripos

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.